Jakarta Play4rt.tk:
Bank Indonesia (BI) meminta masyarakat tidak perlu khawatir tentang
pelaksanaan dari program pengurangan nol dalam rupiah alias redenominasi
yang masih cukup lama karena harus melalui proses panjang terlebih
dulu.
Direktur Eksekutif Pusat Riset dan Edukasi Bank Sentral BI, Iskandar Simorangkir mengatakan saat ini program redenominasi baru memasuki tahap konsultasi publik. Rancangan Undang-undang (RUU) redenominasi sudah diajukan ke DPR tapi belum diagendakan untuk dibahas.
Kemungkinan, penerapan redenominasi rupiah bisa terlaksana di 2017. Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif Pusat Riset dan Edukasi Bank Sentral Bank Indonesia (BI) Iskandar Simorangkir, Selasa (7/5/2013).
"Sampai saat ini redenominasi masih dalam tahap konsultasi publik. Kalau yang bilang 2014 sudah ada penerapan redenominasi itu bohong, karena butuh waktu dua sampai 3 tahun untuk disosialisasikan masyarakat," ujarnya.
Dia mengakui, ide pemberlakuan redenominasi rupiah sudah lama digulirkan ke masyarakat. Namun, perjalanan kearah sana itu masih panjang dan butuh suatu power yang kuat dalam melakukan penerapan tersebut.
"Ide redenominasi sudah sepuluh tahun yang lalu, itu sudah kami rumuskan, namun perjalanannya masih sangat panjang," tuturnya.
Program penyelenggaraan redenominasi dinilai harus memiliki penentu keberhasilan, seperti harus dapat dukungan dari seluruh lapisan masyarakat, terutama pemerintah, parlemen dan pelaku usaha.
Kemudian, lanjut dia, harus ada landasan hukum yang kuat dalam bentuk undang-undang yang secara tegas mengatur redenominasi.
Ketiga, pemilihan waktu pelaksanaan yang tepat baik melihat kondisi makro ekonomi yang stabil dan kondisi sosial serta politik yang kondusif.
Keempat, masa transisi yang cukup dan sosialisasi intensif kepada masyarakat, agar tidak terjadi kenaikan harga secara berlebihan, akibat tindakan pelaku ekonomi yang memanfaatkan struktur pasar oligopolistik pada beberapa barang kebutuhan pokok masyarakat di Indonesia.
Selain itu, program redenominasi tidak dianggap sebagai program sanering atau potong uang, seperti yang dilakukan Indonesia pada 1959.
Di sisi lain, Iskandar menegaskan, ada beberapa tantangan dan resiko dalam penerapan redenominasi di Indonesia.
Tantangannya seperti wilayah Indonesia yang luas dengan penduduk yang memiliki budaya yang beragam, serta status ekonomi sosial yang bervariasi, maka program redenominasi memerlukan waktu cukup panjang untuk melakukan sosialisasi agar program ini dapat diterima.
"Dalam penerapannya juga harus ada penyesuaian informasi teknologi (IT), software dan perangkat lainnya paska redenominasi membutuhkan usaha yang besar dan waktu yang cukup," katanya. (Dis/Nur)
Direktur Eksekutif Pusat Riset dan Edukasi Bank Sentral BI, Iskandar Simorangkir mengatakan saat ini program redenominasi baru memasuki tahap konsultasi publik. Rancangan Undang-undang (RUU) redenominasi sudah diajukan ke DPR tapi belum diagendakan untuk dibahas.
Kemungkinan, penerapan redenominasi rupiah bisa terlaksana di 2017. Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif Pusat Riset dan Edukasi Bank Sentral Bank Indonesia (BI) Iskandar Simorangkir, Selasa (7/5/2013).
"Sampai saat ini redenominasi masih dalam tahap konsultasi publik. Kalau yang bilang 2014 sudah ada penerapan redenominasi itu bohong, karena butuh waktu dua sampai 3 tahun untuk disosialisasikan masyarakat," ujarnya.
Dia mengakui, ide pemberlakuan redenominasi rupiah sudah lama digulirkan ke masyarakat. Namun, perjalanan kearah sana itu masih panjang dan butuh suatu power yang kuat dalam melakukan penerapan tersebut.
"Ide redenominasi sudah sepuluh tahun yang lalu, itu sudah kami rumuskan, namun perjalanannya masih sangat panjang," tuturnya.
Program penyelenggaraan redenominasi dinilai harus memiliki penentu keberhasilan, seperti harus dapat dukungan dari seluruh lapisan masyarakat, terutama pemerintah, parlemen dan pelaku usaha.
Kemudian, lanjut dia, harus ada landasan hukum yang kuat dalam bentuk undang-undang yang secara tegas mengatur redenominasi.
Ketiga, pemilihan waktu pelaksanaan yang tepat baik melihat kondisi makro ekonomi yang stabil dan kondisi sosial serta politik yang kondusif.
Keempat, masa transisi yang cukup dan sosialisasi intensif kepada masyarakat, agar tidak terjadi kenaikan harga secara berlebihan, akibat tindakan pelaku ekonomi yang memanfaatkan struktur pasar oligopolistik pada beberapa barang kebutuhan pokok masyarakat di Indonesia.
Selain itu, program redenominasi tidak dianggap sebagai program sanering atau potong uang, seperti yang dilakukan Indonesia pada 1959.
Di sisi lain, Iskandar menegaskan, ada beberapa tantangan dan resiko dalam penerapan redenominasi di Indonesia.
Tantangannya seperti wilayah Indonesia yang luas dengan penduduk yang memiliki budaya yang beragam, serta status ekonomi sosial yang bervariasi, maka program redenominasi memerlukan waktu cukup panjang untuk melakukan sosialisasi agar program ini dapat diterima.
"Dalam penerapannya juga harus ada penyesuaian informasi teknologi (IT), software dan perangkat lainnya paska redenominasi membutuhkan usaha yang besar dan waktu yang cukup," katanya. (Dis/Nur)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !